Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak
untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi
ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik
akan sukar bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada
pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja
menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan
kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama.
Suriasumantri
selanjutnya mengemukakan bahwa bahasa merupakan sarana untuk
mengungkapkan perasaan, sikap, dan pikiran. Aspek pikiran dan penalaran
merupakan aspek yang membedakan bahasa manusia dan makluk lainnya.
Selanjutnya disimpulkan bahwa aspek penalaran bahasa Indonesia belum
berkembang sepesat aspek kultural. Demikian juga, kemampuan berbahasa
Indonesia untuk komunikasi ilmiah dirasakan sangat kurang apalagi dalam
komunikasi tulisan. Hal ini disebabkan oleh proses pendi- dikan yang
kurang memperlihatkan aspek penalaran dalam pengajaran bahasa.
Bahasa
merupakan salah satu faktor pendukung kemajuan suatu bangsa karena
bahasa merupakan sarana untuk membuka wawasan bangsa (khususnya pelajar
dan mahasiswa) terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang.
Dengan kata lain, bahasa merupakan sarana untuk menyerap dan
mengembangkan pengetahuan. Pada umumnya, negara maju mempunyai struktur
bahasa yang sudah modern dan mantap.
Keefektifan usaha di atas
dipengaruhi oleh sikap dan tanggapan kita terhadap bahasa Indonesia.
Komunikasi ilmiah dalam bahasa Indonesia belum sepenuhnya mencapai titik
kesepakatan yang tinggi dalam hal kesamaan pemahaman terhadap kaidah
bahasa termasuk kosakata. Beberapa kenyataan atau faktor menjelaskan
keadaan ini. Pertama, kebanyakan orang dalam dunia akademik belajar
berbahasa Indonesia secara alamiah (bila tidak dapat dikatakan secara
monkey see monkey do/MSMD). Artinya orang belajar dari apa yang nyatanya
digunakan tanpa memikirkan apakah bentuk bahasa tersebut secara kaidah
benar atau tidak. Lebih dari itu, akademisi kadangkala lebih menekankan
selera bahasa daripada penalaran bahasa. Akibatnya, masalah kebahasaan
Indonesia dianggap hal yang sepele (trivial) dan dalam menghadapi
masalah bahasa orang lebih banyak menggunakan argumen “yang penting tahu
maksudnya.”
Mungkin sekali banyak orang menjadi khawatir bahwa
kalau bahasa Indonesia menjadi maju dan semua buku sudah ditulis dalam
bahasa Indonesia maka kemampuan pelajar dan mahasiswa berbahasa asing
menjadi berkurang. Memajukan bahasa Indonesia di masa mendatang tidak
berarti mematikan bahasa asing. Yang sebenarnya harus dicapai adalah
membuka cakrawala pelajar dan mahasiswa terhadap pengetahuan dan
teknologi sejak dini tanpa harus menunggu fasih berbahasa asing. Kalau
kita ingin lebih melebarkan cakrawala pengetahuan kita, bahasa asing
jelas merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan. Masih langkanya
buku-buku keilmuan berbahasa Indonesia dewasa ini mengharuskan kita
(kalangan bisnis, akademik dan ilmiah) menguasai bahasa asing (khususnya
bahasa Inggris).
Hal yang perlu dicatat adalah bahwa seseorang
dapat menguasai bahasa asing (termasuk membaca buku teks) dengan baik
kalau dia juga menguasai bahasa sendiri (Indonesia) dengan baik pula.
Bagaimana mungkin seseorang dapat belajar bahasa Inggris yang mempunyai
struktur yang baku dan canggih kalau dia sendiri tidak menguasai bahasa
Indonesia yang baku (dan sebenarnya juga canggih) sebagai pembandingnya?
Telah disebutkan di muka, banyak orang mengeluh dan merasa sulit
belajar bahasa Inggris tetapi mereka lupa bahwa kesulitan tersebut
sebenarnya disebabkan struktur bahasa Indonesianya sendiri masih belum
memadai.
Perguruan tinggi merupakan pusat pengembangan ilmu
sehingga perguruan tinggi tidak dapat melepaskan diri dari fungsinya
sebagai pengembang bahasa Indonesia. Perguruan tinggi tidak harus tunduk
pada apa yang nyatanya dipraktikkan tetapi harus dapat mempengaruhi
selera penggunaan bahasa oleh masyarakat.
Kalau perguruan tinggi
hanya mengajarkan apa yang nyatanya dipraktikkan dalam masyarakat maka
hilanglah fungsi perguruan tinggi sebagai agen pengembangan dan
perubahan (kemajuan). Perguruan tinggi hanya berfungsi tidak lebih dari
sebuah kursus keterampilan. Dalam hal penggunaan bahasa, memang dapat
diterima pandangan yang menyatakan bahwa the public has the final taste.
Akan tetapi, selera masyarakat dapat diarahkan menuju ke selera bahasa
yang tinggi kalau alternatifalternatif yang berselera tinggi ditawarkan
kepada mereka.
0 komentar:
Posting Komentar